Oleh: Rifqi Amrulah Fatah

Islam masuk ke Bumi Nusantara tidak terlepas dari peran Walisongo. Dalam menyebarkan agama Islam, Walisongo memiliki ciri khas yang unik, yakni dengan tetap mempertahankan budaya lokal dan membubuhinya dengan ajaran Islam. Karena hal itulah Islam mudah diterima oleh masyarakat. Diantara para Walisongo yang menggunakan metode tersebut adalah Sunan Kalijaga dengan kesenian wayang, dan Sunan Bonang dengan kesenian gamelan. Namun, ada hal unik yang menjadi peninggalan khasanah ilmu pengetahuan di Nusantara dan semenanjung Melayu, yakni naskah-naskah bertuliskan Arab Pegon. ترتيب البوكر

Pegon sendiri berasal dari kata “pego” yang memiliki arti menyimpang. Diartikan menyimpang karena tulisan ini menyimpang atau tidak sesuai aturan dalam bahasa Arab dan juga bahasa Jawa/ Melayu. Naskah-naskah terdahulu ditulis menggunakan huruf Hijaiyah. استراتيجية بينجو Namun, bahasa yang digunakan adalah bahasa Jawa/ Melayu. R.M. Rahmat atau sering disebut Sunan Ampel dianggap penggagas adanya tulisan Arab Pegon melalui pesantrennya, Ampel Denta. Pendapat lain menyebutkan bahwa yang menggagas tulisan Arab Pegon adalah Sunan Gunung Jati. Ada yang menyebutkan juga Imam Nawawi Al-Bantani sebagai penggagas tulisan Arab Pegon. Bahkan ada yang menyebutkan bahwa sebelum beliau semua sudah ada tulisan Arab Pegon di Sumatera. مواقع القمار

Lalu bagaimana eksistensi tulisan Arab Pegon saat ini? Sejak adanya Kongres Bahasa di Singapura pada tahun 1950, tulisan Arab Pegon mulai tersingkirkan. Hal itu dikarenakan adanya keputusan pembentukan Dewan Pustaka dan Balai Malaysia yang memperkuat huruf Latin dan angka Romawi. Koran-koran, majalah-majalah, dan buku-buku yang pada saat itu bertuliskan Arab Pegon digantikan oleh tulisan Latin. Hingga saat ini, di Indonesia tulisan Arab Pegon hanya dipelajari di beberapa pesantren, khususnya pesantren tradisional yang masih banyak mengkaji kitab salaf Arab murni dan beberapa kitab karya ulama nusantara yang bertuliskan Arab Pegon.

Pada acara Ijtima’ Ulama’ Nusantara ke-2 di Malaysia pada tahun 2007, K.H. Maimoen Zubair yarhamhulLahu menyampaikan bahwa tulisan Arab Pegon mulai berkurang dan berada pada tahap kritis. Banyak masyarakat muslim yang tidak mengetahui tulisan Arab Pegon. Padahal di nusantara ini telah banyak lahir para tokoh alim, seperti Syaikh Imam Nawawi Al-Bantani, Syaikh Hasyim Asy’ari, dan Syaikh Bisyri Musthafa, yang beliau semua mengarang kitab dan diantaranya bertuliskan Arab Pegon. Bagaimana kita bisa memahami karya beliau semua jika kita tidak mengerti tulisan Arab Pegon. Sedangkan banyak orang Barat belajar tulisan Arab Pegon untuk meneliti karya-karya ulama’ nusantara. Sungguh ironis jika hal ini dibiarkan.

Diakhir tulisan ini, penulis ingin mengajak teman-teman semua untuk tetap belajar dan melestarikan budaya tulis-menulis Arab Pegon. Hal itu bisa dilakukan dengan menulis karya-karya tentang keislaman, sejarah, biografi ulama’, dan hal lainnya. Semoga bermanfaat.


Santri Mengglobal

Bantu santri untuk bisa belajar di luar negeri