Oleh: Muhammad Hanifuddin, S.S.I., S.Sos

Kisaran 17 tahun yang lalu, tepatnya pada 2003, seminggu sekali, saya mendekap erat kitab Kifayah al-Awam. Salah satu kitab wajib ilmu tauhid santri kelas I Tsanawiyah Madrasah al-Asna, Pesantren Ringinagung Pare Kediri. Dengan wadah tinta dan pena tutul di tangan, saya berjalan kaki beberapa ratus meter dari gubug menuju ke gedung madrasah. Jadwal masuk madrasah adalah pukul 13.30-15.30 WIS.

Setiap 20 menit sebelum Ustadz Badroni memulai pembelajaran, kami sudah duduk rapi di kelas. Dengan antusias, kami “melalar” bersama bait-bait kitab al-Amrithi. Sesekali diselingi bait kitab al-Maqshud, Qawaid al-Irab, dan al-Baiquniyah. Selama satu jam, kami memberi makna “utawi-iki-iku” di tiap kata yang dibacakan dengan lantang oleh Ustadz Badroni. Salah satu ustadz senior yang di kelas III Tsanawiyah nanti mengampu kitab Sulam al-Munauraq, kitab wajib ilmu Manthiq.

Selang jeda istirahat 15 menit, kami masuk kelas kembali sekitar 30-50 menit. Sesi setelah istirahat ini fokus untuk menyimak penjelasan paragraf yang telah kami beri makna sebelum istirahat. Dengan suara menggelegar, tegas, serius, dan sesekali diselingi joke-joke segar, pemaparan ustadz Badroni menyihir keheningan kelas. Tak ada suara berisik, kecuali 40 pasang mata dan telinga yang tertuju mencercap sajian Syaikh Muhammad al-Fadhali (1236 H) dalam mendedahkan dalil aqli (dasar rasio) dan dalil naqli (dasar al-Qur’an dan hadis) sifat-sifat wajib, mustahil, jaiz Allah dan Rasul. Selama satu tahun penuh, kitab Kifayah al-Awam yang diberi ulasan hasyiah oleh Syaikh Ibrahim al-Bajuri (1277 H) dengan judul Tahqiq al-Maqam itu kami khatamkan.

Di hari-hari itu, tak terlintas di benak kami detail latar belakang penulis kedua kitab di atas, baik Syaikh Muhammad al-Fadhali ataupun Syaikh al-Bajuri. Padahal, di tahun yang sama, kami juga mengkaji Hasyiah al-Bajuri dalam bidang fikih. Sempat masuk ke pikiran lugu kami waktu itu, nama Syaikh al-Bajuri seperti nama tokoh dalam film “Bajai Bajuri”. لعبة البوكر Dalam kesempatan lain, nama Syaikh al-Bajuri ini juga sering kita dengar saat ketua kelas mengabsen. Kebetulan waktu itu ada salah satu teman yang bernama Kang Bajuri. موقع المراهنات العالمي Namun demikian, di tahun-tahun itu, kami diajarkan untuk ta’dhim dan rutin menghadiahkan pahala bacaan Surat al-Fatihah saat memulai pengajian. تعليم البوكر للمبتدئين

Kini, setelah hari-hari 17 tahun itu berlalu, saya berkesempatan untuk mendaras ulang kitab Kifayah al-Awam itu. Diberi amanat untuk mengajinya dengan santri-santri Madrasah Darus-Sunnah Ciputat, madrasah yang didirikan oleh guru kami, Prof. Dr. KH. Ali Mustafa Yaqub (1952-2016). Kitab karya Syaikh al-Fadhali berseta Hasyiah al-Bajuri itu menjadi kelanjutan dari tiga judul kitab di tahun pelajaran sebelumnya; Aqidah al-Awam, Jawahir al-Kalam, dan Fath al-Majid.

Di sela-sela pengajian ini, saya tertegun betapa pesantren memiliki semangat kosmopolitan. Baru beberapa tahun terakhir, saya mengerti bahwa kitab yang dulu saya dekap tujuh belas tahun yang lalu itu adalah karya masyayikh al-Azhar. Baik Syaikh Muhammad al-Fadhali ataupun Syaikh al-Bajuri adalah guru-murid yang sama-sama menjadi Syaikhul al-Azhar Kairo Mesir. Tak terbantahkan bahwa pesantren di Nusantara sangat adaptif dan kosmopolit menyambut diskursus keilmuan global. Meskipun tertulis dalam kitab gundul atau tulisan Arab tanpa harakat, kiai dan santri di Nusantara sangat jeli dan cerdas menelaahnya. Menarkib kata perkata dengan piranti ilmu nahwu, sharaf, i’lal, serta memaknainya dengan bahasa lokal Jawa Kuno.

Tidak hanya diskursif pasif, banyak kiai dan santri Nusantara yang aktif menulis karya baru dengan berbahasa Arab dan dicetak di Timur Tengah. Tidak sedikit karya-karya ini mendapatkan apresiasi dari ulama-ulama di sana. Kita berharap semangat kosmopolit ini terus dipertahankan. Bahkan jika mungkin, diperluas dengan tradisi keilmuan Barat yang berbasa Inggris. Dengan harapan, pesantren tidak hanya menjadi simpul keilmuan dunia Timur, tetapi juga Barat. Sehingga rahmat Islam dapat lebih banyak menyapa umat manusia.

Semoga.


Santri Mengglobal

Bantu santri untuk bisa belajar di luar negeri

0 Komentar

Tinggalkan Balasan

Avatar placeholder

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *