Oleh : Nurmaelatussa’adah (Mahasiswi UIN Syarief Hidayatullah program studi Hubungan Internasional)

Tulisan ini dibuat dari sudut pandang saya sendiri berdasarkan pengalaman saya sendiri, jadi saya tidak dapat menjamin bahwa setiap orang asing yang tinggal di India juga merasakan hal yang sama. Memang, setiap orang memiliki perspektif sendiri tentang sesuatu. كيف تلعب بلاك جاك

Ada 5 orang dari Tim Immortality yang mendapatkan kesempatan yang sama dengan saya, dan saya 100 persen yakin mereka juga memiliki perspektif yang berbeda tentang ini. Berikut adalah beberapa kegiatan serta wawasan yang saya dapatkan dari 1 bulan lebih 1 minggu tinggal di India. Tulisan ini mungkin tidak dapat dengan tuntas menjelaskan bagaimana incredible journey yang penuh dengan pengalaman dan pelajaran berharga dalam masa pengabdian kami melalui program Kuliah Kerja Nyata (KKN) Internasional Mandiri yang dilaksanakan selama 5 minggu di Mumbai-India. Ya, Mumbai sebagai kota metropolitan terkenal sebagai Dream City bagi warga India, karena Mumbai merupakan kota industri dan jantung perekonomian India sehingga banyak warga India dan diaspora yang mengadu keberuntungan di Mumbai. شرح لعبة روليت

Masih
sangat jelas terpatri dalam ingatan saya, saat pertama kali kelompok KKN dengan
nama Immortality terbentuk. Dari mulai proses pencarian nama, pembentukan
struktur organisasi, persuratan, perizinan dan perjuangan-perjuangan lain
sebagai bentuk keseriusan kami untuk going to the extra miles melawan
kekhawatiran dan memperluas zona nyaman. Immortality adalah kependekan dari Intellectual
Millennial Moslem Force to Empowering Peace and Nationality.
Dengan harapan
tim KKN Immortality dapat menjadi pioneer dalam menjaga perdamaian dan
nasionalisme dan secara bahasa Immortality bermakna keabadian, dengan harapan
semoga silaturahmi dan kebermanfaatan kami selama mengabdi di Mumbai dapat
terkenang abadi dalam sanubari orang-orang yang telah berinteraksi dengan kami.

Persiapan
sebelum KKN

Kami
sudah memulai perjuangan kami memperjuangkan KKN Internasional Mandiri jauh
sebelum PPM mengumumkan hal-hal yang berkaitan dengan KKN.. Banyak sekali
lika-liku yang kami hadapi, namun kebersamaan dan kekuatan komitmen menjadi
penguat saat kami sudah mulai lelah. Waktu terus bergulir, persiapan yang sudah
dimulai sejak bulan Februari semakin matang sampai kami mendapatkan LoA (Letter
of Acceptance)
dari KBRI Manila, Filipina dan KJRI Mumbai, Indiadi
awal bulan April. Hal tersebut menjadi penyemangat kami sekaligus hal berat
bagi kami untuk memilih diantara dua negara tersebut. Setelah menimbang dan
bermusyawarah secara seksama, Mumbai menjadi pilihan kami dengan segala harapan
dan cita-cita semoga kami mendapat banyak ilmu, pengalaman dan membangun relasi
baru.

Banyak
sekali persiapan yang kami lakukan, rapat tiada henti baik online maupun
offline. Drama terjadinya clash diantara anggota kelompok adalah bumbu
yang membuat kami sebagai tim menjadi lebih solid.

I’m Coming
Mumbai, Dream City!

Akhirnya
hari dimana segala apa yang kami ikhtiarkan datang, jumat 26 Juli 2019 adalah
hari keberangkatan kami menuju Gandhi Land tepatnya Mumbai, sebuah negara di
Asia Selatan yang sebelumnya belum pernah terpikirkan bahwa kaki kecil ini akan
memijak tanah negara yang kata kebanyakan orang adalah negara ricuh nan rusuh.

Pada
hari itu, kami flight pada pukul 12.30 WIB menggunakan maskapai Malindo Air dari
Bandara Internasional Soekarno Hatta. Lantunan do’a dan bismillah
dikuatkan dengan tekad bahwa di setiap peristiwa pasti mengandung hikmah dan
pembelajaran yang dapat dipetik. Laa haula wa laa quwwata illa billah,
kami berangkat setelah melalui drama di counter Malindo Air di menit-menit
keberangkatan. Perjalanan menuju transit di Kuala Lumpur, Malaysia menempuh
waktu sekitar 2 jam ditambah transit disana selama 2 jam. Lalu dilanjut dengan
penerbangan menuju Mumbai, India pada jam 07.15 waktu setempat menggunakan
maskapai yang sama. Dari mulai check in dan boarding di Malaysia kami menemukan
suasana yang berbeda karena mayoritas passanggernya adalah orang India, hanya
kami berlima ditambah Pak Djaka sebagai dosen pembimbing yang berwajah beda dan
berbahasa beda. Tidak mengerti apa yang sedang mereka bicarakan, hanya
tersenyum dan bismillah kami bisa.

Ketika
terdengar suara pramugari yang mengumumkan bahwa dalam 30 menit lagi kami akan
landing di Bandara Internasional Chatravati Shivaji Maharaj, Mumbai. Maka, tandanya
sebentar lagi saya akan memulai perjalanan ke luar negeri pertama kalinya dalam
hidup saya. Rasanya malam itu saya menjadi orang yang sangat bahagia karena
akhirnya upaya kami untuk keluar negeri yang kami tempuh selama 5 bulan
terakhir berhasil juga. Disambut dengan lampu-lampu di landasan terbang yang
basah oleh air hujan saya masih merasa ini semua mimpi sembari merapalkan
alhamdulillah Mumbai, we are coming.

Ketika
kami keluar pesawat, saya dikenalkan dengan Omkar Khandpekar lelaki asli India
yang baru saja menyelesaikan internship program di Malaysia. Omkar begitu kami
memanggilnya adalah sosok yang bersahaja, mengantar kami menuju imigrasi dan
pengambilan bagasi. dia begitu semangat ingin memmperkenalkan kami dengan kedua
orang tuanya. Namun saat pengambilan bagasi, bagasi saya dan satu teman saya
tidak ada. Dan Omkar langsung turun tangan membantu kami mengurusi masalah
bagasi kami yang tertinggal saat transuit di Kuala Lumpur. Omkar lah yang
menenangkan bahwa bagasi saya akan kembali dan akan sampai dalam waktu 2×24
jam.

Pagi
buta sekitar pukul 01.30 waktu Mumbai, kami sampai di tujuan kami yaitu KJRI
Mumbai setelah menggunakan jasa taksi online bandara. Kami pun disambut dengan
sangat ramah dan hangat oleh Pak Yustinus, sosok yang biasanya kami hubungi via
whatsapp ada di hadapan kami dengan kemeja batik kuning dan celana hijau.
Membuat saya sedikit melupakan perihal bagasi yang tertinggal di Malaysia. Pak
Tinus, –begitu kami memanggilnya mempersilahkan kami masuk ke dalam KJRI dan
tempat tinggal kami selama 5 minggu ke depan.

Keesokan
harinya 27 Juli 2019, kami sudah resmi diserahkan oleh Dosen Pembimbing
Lapangan dan diterima dengan penyambutan secara simbolis dari Home Staff Socio
Cultural KJRI Mumbai Ibu Tennike Erman. Maka sejak 27 Juli saya memulai
perjalanan pengalaman dalam mengabdikan diri di Negeri dengan sebutan Seribu
Dewa.

Wasilah Kasih Sayang Allah, Mereguk Pengalaman Baru di Tanah Gandhi

Masih
ingat dengan awal pertemuan kami dengan Omkar? Ternyata Omkar benar-benar
serius menjadi wasilah kami dengan University of Mumbai karena Ibunya, Neeta
Khandpekar (Mama) adalah Professor disana. Dan Ayahnya Dr. Mahendra Khandpekar
(Baba) menjadi gerbang bagi kami untuk melakukan program Immortality Goes To
Campuss, dengan mempertemukan kami dengan Principal St. Xavier’s College yang
merupakan college terbaik di Mumbai. Berdiskusi dan speech singkat yang
memaparkan apa tujuan kami berada di Mumbai dan terkait moderasi beragama yang
menjadi motto almamater kami.

Penulis dan 4 orang temannya ketika di St. Xavier’s collage dalam program cultural exchange

Melalui
ketulusan hati Khandpekar Familylah kami bisa bertemu dan berinteraksi,
melalukan program cultural exchange dan interactive dialogue
dengan mahasiswa India. Sekaligus mempelajari bagaimana pendidikan di India dan
kultur belajar para pelajar disana. Mengunjungi setiap sudut Universitas. لعبة الروليت في الكازينو
Kantin yang bersahaja menyediakan makanan sehat dan bergizi dengan harga
terjangkau yang selalu ramai pada saat waktu istirahat.

Hal
yang membuat saya tertegun adalah mereka semua menjadikan perpustakaan sebagai
jantung Universitas, mahasiswa memenuhi perpustakaan dan terlihat bagaimana
kecintaan mereka pada buku dan ilmu. Tidak ada pendingin ruangan seperti AC
hanya kipas angin lusuh yang memberi kesejukan di sudut perpustakaan. Mengamati
setiap mahasiswa yang berlalu lalang dengan tas di punggungnya yang besar dan
terlihat berat. Mereka pun tidak gengsi untuk membawa payung yang besar,
berbeda dengan kebanyakan pelajar di Indonesia yang mungkin memilih untuk
berteduh bahkan hujan-hujanan daripada harus membawa payung kemana-mana.

Dari
masyarakat India, saya banyak belajar mengenai Nasionalisme. Mendekati perayaan
HUT RI ke 74 hari-hari kami diisi dengan latihan paskibra dan mematangkan
persiapan. Dimana, masyarakat India sudah terlebih dahulu merayakan Hari
Kemerdekaan India pada tanggal 15 Agustus. Seluruh toko, kendaraan bahkan
masyarakat yang saya temui pada hari itu semuanya menyematkan simbol bendera
India. Melihat bagaimana mereka begitu khidmat secara serentak berhenti
melakukan aktivitas saat lagu kebangsaan Jana Gana Mana—lagu kebangsaan India
diputar, saya benar-benar tertegun melihat Nasionalisme mereka. Maka dari itu,
momen 17 Agustus 2019 bagi saya merupakan yang sangat emosional penuh rasa
syukur.

Dari
India, saya melihat bagaimana penduduk negara dengan populasi terbanyak ke-2 di
dunia ini dituntut untuk kompetitif dan toleransi dalam kesehariannya. Saya pun
melihat realita kehidupan masyarakat disana yang mengedepankan fungsi serta
esensi daripada gengsi. Teringat jelas saat kami bertemu Baba, beliau sebagai
Profesor berjalan kaki dan menggunakan transportasi umum sehari-hari. Sangat
bersahaja, begitupula dengan Mama. Sarana transportasi umum, harga kebutuhan
pokok dan biaya pendidikan dari standar nasional hingga internasional terjangkau
untuk semua kalangan. Ekonomi penduduk hidup dengan banyak sekali pertokoan
hingga pedagang kaki lima di sepanjang jalan yang menjajakan makanan.

Dari
KJRI Mumbai, saya banyak mendapat pelajaran berharga tentang unity in
diversity
. Lingkungan kerja bagaikan rumah, penuh dengan kehangatan
keluarga dan positif vibes. Setiap staff dengan latar belakang agama dan budaya
tetap menjadi satu kesatuan. Tolong menolong tanpa terkecuali.

Satu
persatu program kami telah terlaksana dengan baik dan semakin baik menjelang
minggu terakhir, Program Idul Adha serta perlombaan, Program Anjangsana di
rumah keluarga muslim India saat Idul Adha, perlombaan 17 Agustus, latihan
angklung, serta sharing session dengan Pak Konjen, Staff KJRI dari mulai
fungsi ekonomi, sosial dan budaya serta protokol konsuler dan PPI India yang
diwakilkan oleh Mas Abdul yang menerima S2 Kominfo.

Evaluasi
dan ngobrol hangat melengkapi malam-malam terakhir di Mumbai. Mempersiapkan
program terakhir kami dalam seminggu yang akan datang. Program Sosialisasi
Promosi Angklung sebagai salah satu alat musik tradisional Indonesia yang
diakui oleh UNESCO. Program tersebut dilaksanakan atas kolaborasi KJRI Mumbai
dengan Saung Angklung Mang Udjo, dimulai tanggal 25, 26, 27 dan 29 Agustus di 4
sekolah di Mumbai diantaranya: Viva Virar College, Greenlawns School Worli,
Greenlawns Breachcandy dan RBK Chembur School. Dan acara akbar tahunan, Resepsi
Diplomatik untuk memperingati HUT RI ke 74 sekaligus panggung untuk
mempromosikan Indonesia di kancah Internasional.

Bagaimana
berada 5 minggu lamanya disana membuat saya menyadari beberapa potensi yang
saya miliki dan semangat baru untuk memperbarui visi dan misi perjalanan
kehidupan di masa mendatang. Kekeluargaan terasa semakin hangat dan kuat, baik
untuk internal kami sendiri maupun dengan keluarga KJRI. Dan jalinan pertemanan
kami dengan beberapa mahasiswa yang kami temui di University of Mumbai dan St.
Xavier’s College terus terjaga hingga kami sudah kembali di tanah air.

Bersyukur
sekali kami dapat merasakan kehangatan keluarga walaupun jauh dari kampung
halaman, peluk hangat dan suasana mengharu biru menjelang kepulangan kami
kembali ke tanah air. Shukriya Mumbai, dream city- kami titipkan orang-orang
baik berhati malaikat disana. Tetap menjadi kota yang bahagia dengan suara
bising klakson dan lalu lalang pejalan kaki yang menjadi kekhasan Mumbai.
Terimakasih telah membuat 5 minggu disana menjadi 5 minggu yang paling
berkesan.

Saat di gateaway of India

Santri Mengglobal

Bantu santri untuk bisa belajar di luar negeri

0 Komentar

Tinggalkan Balasan

Avatar placeholder

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *