Pertama kali menginjakkan kaki di Amerika, kami tiba di Bandara Internasional Los Angeles (LAX). Kami langsung dijemput oleh Prof. Muhammad Ali dan dibawa ke Masjid At-Taqwa di San Bernardino untuk buka puasa pertama Ramadan bersama Nusantara Muslim California (NMC). Para jamaah aktif seperti Ibu Anum, Pak Herman, Pak Budi, Ustaz Zul, Mr. Omar dan istrinya Ibu Dewi, Pak Aris dan lainnya, mereka menyambut kami, utusan dari PKUMI yang berjumlah 26 orang, dengan sangat hangat. Suasana kekeluargaan yang mereka ciptakan begitu terasa, membuat kami merasa seperti di rumah sendiri.
Yang menarik, dakwah yang mereka lakukan tidak hanya melalui kata-kata, tetapi juga melalui sikap dan interaksi mereka dengan sesama. Saya merasakan nilai-nilai Islam yang hidup dalam setiap tindakan mereka, penuh dengan kehangatan dan kepedulian.
Meskipun Masjid At-Taqwa berada di San Bernardino, istilah Riverheaven yang saya gunakan terinspirasi dari daerah Riverside, tempat kampus tujuan kami, University of California, Riverside (UCR), berada. Nama ini seolah menggambarkan harmoni antara kehidupan spiritual dan akademis yang ingin kami jalani selama di Amerika.
Mengapa saya kemudian menamainya sebagai Riverheaven (telaga surga) California?
Berangkat dari Sejarah masuknya Islam di Riverside, California, merupakan bagian dari perkembangan Islam di Amerika Serikat secara umum. Meskipun tidak ada catatan resmi yang mendetail tentang awal mula Islam di Riverside, berikut beberapa gambaran umum tentang bagaimana Islam mulai berkembang di kota tersebut.
Islam mulai masuk ke Amerika Serikat melalui beberapa gelombang imigrasi. Gelombang Pertama terjadi pada abad ke-19, di mana sebagian besar Muslim yang datang adalah imigran dari Timur Tengah, terutama Lebanon dan Suriah. Mereka umumnya bekerja sebagai pedagang atau buruh, dan meskipun jumlahnya tidak banyak, mereka menjadi cikal bakal komunitas Muslim di AS. Kehadiran mereka menandai awal penyebaran Islam di negara ini, meskipun masih dalam skala kecil dan tersebar.
Setelah Perang Dunia II, terjadi Gelombang Kedua imigrasi Muslim ke AS. Kali ini, banyak Muslim dari Asia Selatan (seperti Pakistan, India, dan Bangladesh) serta Afrika Utara yang datang untuk mengejar pendidikan atau pekerjaan. Gelombang ini membawa lebih banyak keragaman budaya dan tradisi Islam ke Amerika, dan komunitas Muslim mulai tumbuh lebih besar dan lebih terorganisir. Mereka mulai mendirikan masjid-masjid kecil dan pusat kegiatan Islam untuk memenuhi kebutuhan spiritual dan sosial.
Gelombang Ketiga dimulai setelah Undang-Undang Imigrasi 1965, yang membuka pintu bagi lebih banyak imigran dari berbagai negara. Muslim dari Indonesia, Malaysia, negara-negara Afrika, dan wilayah lainnya mulai bermigrasi ke AS dalam jumlah yang lebih besar. Gelombang ini semakin memperkaya keragaman komunitas Muslim di Amerika, dengan membawa tradisi, bahasa, dan praktik keislaman yang berbeda-beda.
Sebagai bagian dari California, Riverside juga menerima imigran Muslim dari berbagai gelombang ini. Pada awalnya, Muslim di Riverside mungkin hanya terdiri dari beberapa keluarga atau individu yang tinggal tersebar. Namun, seiring waktu, mereka mulai berkumpul dan membentuk komunitas kecil untuk memenuhi kebutuhan spiritual dan sosial. Mereka mengadakan shalat berjamaah di rumah-rumah atau ruang sewaan sebelum akhirnya membangun masjid sebagai pusat kegiatan.
Dengan bertambahnya jumlah Muslim di Riverside, kebutuhan akan tempat ibadah dan kegiatan keislaman semakin mendesak. Hal ini mendorong berdirinya Islamic Center of Riverside (ICR) pada tahun 1980-an. ICR menjadi pusat kegiatan keislaman bagi Muslim di Riverside dan sekitarnya, tidak hanya sebagai tempat shalat, tetapi juga sebagai tempat kajian Islam, sekolah akhir pekan, dan acara sosial. Kehadiran ICR menjadi tonggak penting dalam perkembangan Islam di Riverside.
Selain itu, University of California, Riverside (UCR) juga memainkan peran penting dalam memperkuat komunitas Muslim di kota ini. Banyak mahasiswa Muslim, baik lokal maupun internasional, yang berkuliah di UCR. Mereka membentuk organisasi seperti Muslim Student Association (MSA), yang aktif mengadakan kegiatan keislaman dan sosial. MSA UCR tidak hanya melayani mahasiswa Muslim, tetapi juga menjadi jembatan untuk memperkenalkan Islam kepada non-Muslim melalui dialog dan acara-acara terbuka.
Saat ini, Islam di Riverside terus berkembang dengan adanya masjid, pusat kegiatan Islam, dan organisasi-organisasi yang memperkuat komunitas Muslim. Mereka tidak hanya fokus pada kegiatan keagamaan, tetapi juga terlibat dalam kegiatan sosial dan lintas agama untuk mempromosikan toleransi dan keragaman. Dengan terus berkembang, Islam di Riverside menjadi contoh komunitas Muslim yang inklusif dan progresif di Amerika Serikat.
Menurut data dari Institute for Social Policy and Understanding (ISPU) dan organisasi-organisasi Muslim setempat, terdapat lebih dari 250 masjid dan pusat Islam di California. Setiap masjid memiliki cerita uniknya sendiri, mencerminkan kekayaan komunitas Muslim yang tinggal di sana.
Di Los Angeles, misalnya, ada Islamic Center of Southern California (ICSC), sebuah masjid yang tidak hanya menjadi tempat shalat, tetapi juga pusat kegiatan sosial dan edukasi. Setiap Jumat, ratusan jamaah memadati ruang shalat untuk mendengarkan khutbah yang penuh inspirasi. Selama Ramadan, masjid ini ramai dengan kegiatan buka puasa bersama dan shalat Tarawih. Tidak jarang, non-Muslim juga datang untuk belajar tentang Islam melalui program open house yang diadakan secara rutin.
Tak jauh dari sana, di Culver City, berdiri megah King Fahad Mosque. Masjid ini dikenal dengan arsitekturnya yang indah, menggabungkan unsur tradisional Timur Tengah dengan sentuhan modern. Setiap hari, suara azan berkumandang, mengundang Muslim setempat untuk beribadah. Masjid ini juga menjadi tempat berkumpulnya komunitas Arab yang besar di Los Angeles.
Di San Francisco Bay Area, tepatnya di Fremont, terdapat Muslim Community Association (MCA), salah satu masjid terbesar di California. Masjid ini tidak hanya melayani kebutuhan ibadah, tetapi juga memiliki sekolah Islam yang terkenal, Quran Academy, yang mendidik anak-anak Muslim tentang Al-Quran dan nilai-nilai Islam.
Sementara itu, di San Diego, Islamic Center of San Diego menjadi tempat berkumpulnya Muslim dari berbagai latar belakang. Masjid ini terkenal dengan program dakwahnya yang aktif, termasuk kelas untuk mualaf dan kajian rutin tentang fiqih dan akhlak. Selama Ramadan, masjid ini mengadakan buka puasa bersama dengan menu makanan halal yang lezat, menarik jamaah dari berbagai etnis.
Di Sacramento, ibu kota California, Salman Al-Farisi Islamic Center menjadi pusat kegiatan Muslim setempat. Masjid ini tidak hanya menjadi tempat ibadah, tetapi juga tempat berkumpulnya komunitas Muslim Afrika dan Asia Selatan. Setiap tahun, masjid ini mengadakan festival budaya yang menampilkan tradisi Muslim dari berbagai negara.
Namun, kehidupan Muslim di California tidak selalu mudah. Beberapa masjid menghadapi tantangan seperti islamofobia dan diskriminasi. Misalnya di kota San Diego, California, terdapat komunitas Muslim yang sangat beragam. Mereka berasal dari berbagai latar belakang, termasuk imigran dari Timur Tengah, Asia Selatan, Afrika, serta Muslim kelahiran Amerika. Meskipun mereka tinggal di kota yang sama, perbedaan mazhab, budaya, dan interpretasi ajaran Islam seringkali menciptakan jarak di antara mereka.
Salah satu contoh nyata terjadi pada tahun 2016, ketika sebuah masjid di San Diego, Masjid Al-Noor, menerima ancaman kebencian. Ancaman ini tidak hanya menargetkan masjid tersebut, tetapi juga membuat seluruh komunitas Muslim merasa terancam. Insiden ini terjadi dalam konteks meningkatnya islamofobia di Amerika Serikat, terutama setelah beberapa peristiwa global yang memicu stereotip negatif terhadap Muslim.
Awalnya, reaksi dari komunitas Muslim terpecah. Beberapa kelompok merasa bahwa ancaman tersebut adalah serangan terhadap Sunni, sementara yang lain menganggapnya sebagai serangan terhadap Syiah atau Muslim secara umum. Ketegangan ini mencerminkan tantangan internal yang sering dihadapi oleh komunitas Muslim di California: kurangnya solidaritas dan konflik internal akibat perbedaan paham.
Namun, insiden ini justru menjadi momentum untuk perubahan. Seorang pemimpin komunitas, Dr. Ahmed Soboh, yang aktif di Masjid Al-Noor, menyadari bahwa perpecahan hanya akan melemahkan posisi mereka. Ia menginisiasi pertemuan darurat yang melibatkan perwakilan dari berbagai masjid dan organisasi Muslim di San Diego, termasuk Islamic Center of San Diego (yang mayoritas Sunni) dan Hussaini Islamic Center (yang mayoritas Syiah).
Dalam pertemuan itu, Dr. Soboh menekankan pentingnya fokus pada kesamaan, bukan perbedaan. "Kita semua adalah Muslim. Kita semua menghadapi tantangan yang sama: Islamofobia, diskriminasi, dan ketidakadilan. Jika kita tidak bersatu, kita tidak akan mampu melindungi diri kita sendiri," katanya.
Hasil dari pertemuan tersebut adalah pembentukan Koalisi Muslim San Diego, sebuah forum yang bertujuan untuk mempromosikan dialog antar-kelompok dan kerja sama dalam menghadapi tantangan eksternal. Koalisi ini mengadakan berbagai acara, seperti dialog antarmazhab, bakti sosial bersama, dan kampanye melawan islamofobia.
Salah satu proyek besar mereka adalah "Open Mosque Day", di mana masjid-masjid di San Diego membuka pintu mereka untuk masyarakat umum, termasuk non-Muslim. Acara ini tidak hanya bertujuan untuk mempromosikan pemahaman tentang Islam, tetapi juga menunjukkan bahwa komunitas Muslim San Diego bersatu, meskipun ada perbedaan internal.
Namun, di tengah tantangan, masjid-masjid di California juga menghadapi peluang besar. Mereka menjadi tempat untuk mempromosikan toleransi dan keragaman. Misalnya, Masjid Tucson di San Diego mengadakan program "Meet Your Muslim Neighbor", di mana non-Muslim diundang untuk berbuka puasa bersama dan belajar tentang Islam. Program ini sukses besar dan membantu mengurangi prasangka buruk terhadap Islam.
Setiap masjid di California memiliki ceritanya sendiri, tetapi mereka semua memiliki satu tujuan yang sama yaitu menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi Muslim untuk beribadah, belajar, dan bersosialisasi. Mereka juga menjadi jembatan antara komunitas Muslim dan non-Muslim, mempromosikan nilai-nilai Islam yang damai dan inklusif.
Di tengah gemerlap kehidupan modern dan keragaman budaya yang memikat, California dikenal sebagai surga bagi pecinta alam atau pusat teknologi dunia. Namun bagi penulis, California adalah "Telaga Surga", sebuah tempat di mana nilai-nilai Islam mulai mengalir, menyirami hati dan pikiran masyarakat dengan kebaikan.
Komunitas Muslim California juga dikenal dengan dedikasinya dalam dakwah bil hal (dakwah melalui tindakan). Mereka tidak hanya berbicara tentang Islam, tetapi juga menjalankannya dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, selama bencana kebakaran hutan yang sering melanda California, komunitas Muslim turun tangan membantu korban tanpa memandang agama atau latar belakang. Mereka membagikan makanan, pakaian, dan kebutuhan pokok, menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang penuh kasih dan peduli.
Dari telaga inilah, kebaikan-kebaikan Islam mengalir ke seluruh penjuru Amerika. Komunitas Muslim California tidak hanya menjadi teladan bagi Muslim di negara bagian lain, tetapi juga menjadi cahaya yang menerangi hati banyak orang. Mereka membuktikan bahwa Islam adalah agama yang universal, penuh kasih, dan relevan di tengah masyarakat modern.
Sewaktu kuliah di Al-Azhar Kairo, penulis menemukan satir dari ulama terkemuka dunia seperti Syekh Muhammad Al-Ghazali, Syekh Yusuf Al-Qaradawi, Syekh Muhammad Abduh, Syekh Rasyid Rida, Syekh Abdurrahman Al-Kawakib, Syekh Ali Jum'ah dan lainnya bahwa ungkapan "melihat Islam di negara non-Muslim dan tidak melihat Islam di negara Muslim" atau yang serupa dengannya memang telah diungkapkan oleh banyak ulama dan cendekiawan Muslim. Penulis kira mereka semua ingin menyampaikan pesan yang sama yaitu umat Islam harus kembali kepada nilai-nilai Islam yang sebenarnya, seperti keadilan, kejujuran, dan kasih sayang, agar Islam dapat menjadi rahmat bagi seluruh alam (rahmatan lil 'alamin).
Setelah tiba di Amerika, negara yang biasa disebut sebagai negara kafir tersebut, penulis mulai melihat sendiri makna yang tersirat dari ungkapan ulama-ulama itu. Penulis kemudian menyebutnya sebagai Riverheaven (Telaga Surga) California. Di sini, Islam tidak hanya hidup dalam ritual ibadah, tetapi juga dalam tindakan nyata yang membawa kebaikan bagi sesama. Dari telaga ini, semoga terus mengalir kebaikan-kebaikan yang menyuburkan hati dan membawa kedamaian bagi seluruh masyarakat Amerika bahkan dunia.
Fathu Khairiddin Gala
Riverside, Califronia, 10 Maret 2025