Sebagai pelajar, dari berbagai instansi apapun itu, kecerdasan individu sangatlah berpengaruh terhadap keberhasilan dalam memahami maupun menghafal setiap materi yang disampaikan guru. بينجو لعبة
Sebagaimana yang telah dipaparkan oleh Sahabat Ali radhiyallahu anhu, yang menjadi bait pembuka dalam syair Alala:

اَلالاَ  تَناَلُ  اْلعِلْمَ   إِلاَّ  بِسِتَّةٍ      سَأُنْبِيْكَ عَنْ مَجْمُوْعِهَا بِبَيَانٍ

ذَكاَءٍ وَحِرْصٍ وَاصْطِباَرٍ وَبُلْغَةٍ      وَإِرْشَادِ أُسْتَاذٍ وَطُوْلِ زَمَانٍ

“Ingatlah! Engkau tidak akan mendapatkan ilmu kecuali dengan memenuhi 6 syarat. Saya akan beritahukan keseluruhannya secara rinci. Yaitu: Kecerdasan, kemauan (rakus akan ilmu), sabar, biaya (pengorbanan materi/ waktu), petunjuk (bimbingan) guru dan dalam tempo waktu yang lama.”

Salah satu syarat bagi pelajar sebagaimana syair diatas yaitu kecerdasan. Namun tak dapat dipungkiri setiap insan memiliki karakter yang berbeda. Tidak semua murid dapat menangkap materi yang disampaikan dengan cepat, masuk ke otak, paham. Tak jarang, dalam satu kelas sebagian besar siswa dan pelajar merupakan orang tingkat kecerdasan intelektualnya di bawah rata-rata.
Oleh karena itu, dalam metode pengajaran modern seorang guru harus memerhatikan serta memahami kemampuan masing-masing muridnya. Adakalanya diantara mereka memiliki kecerdasan nalar yang tinggi, namun juga sebaliknya. ربح المال من الانترنت Bakat masing-masing individu pasti berbeda.
Bagi yang memiliki kesulitan dalam menangkap pelajaran, ia tak perlu bersedih. Kecerdasan dalam proses transfer-menerima ilmu tidak melulu berkaitan dengan nalar dan daya tangkap seorang pelajar. Terkadang kerajinan dan kesungguhan dalam menuntut ilmu lah yang menjadi faktor terbukanya jalan kesuksesan.
Dalam kitab Ta’lîmul Muta’allim, Syeikh az-Zarnuji menyajikan sebuah dialog antara Imam Abu Hanifah dan muridnya, Abu Yusuf as-Syaibani yang keduanya adalah ulama besar. Kata Abu hanifah, “Sesungguhnya kamu itu dungu, Namun karena rajin dan tak kenal menyerah, engkau menjadi cerdas”. الرهانات الرياضية
Adalagi raksasa ilmu yang karyanya begitu monumental dalam bidang hadits, kitab Fathul Bâri penjelasan dari kitab Shahîh al-Bukhâri, yaitu Imam Ibnu Hajar al-Atsqallâni. Beliau memiliki kecerdasan yang luar biasa. Namun sebelum itu perlu diingat, membaca proses dalam menapaki jejak kesuksesan oranglain itu diperlukan. Janganlah kita melihat buah dari proses itu saja.
Imam Ibn Hajar al-Atsqallâni dulunya merupakan seorang murid yang sangat bebal. Saking bebalnya, bertahun-tahun beliau tinggal di kelas yang sama, bisa disebut dalam konteks sekarang tidak naik kelas.
Lantas suatu hari beliau putus asa dan tidak mau melanjutkan pendidikannya. Beliau pun pergi dari madrasah. Ketika di jalan, beliau melihat sebuah batu yang tengahnya berlubang diakibatkan tetesan air yang terus menerus jatuh ke atas batu. Kemudian beliau berpikir, “Kalau batu yang keras ini saja bisa ditaklukan dengan air yang begitu lembut, apalagi otak ini”. Beliau pun mengurungkan niatnya dan kembali ke madrasah. Setelah beberapa tahun tak kenal lelah tuk berusaha. Sukseslah beliau hingga menjadi Ulama besar yang Namanya hingga saat ini masih disebut-sebut.
Mengutip sebuah syair dari kitab Ta’lîmul Muta’allim:

تمنيت أن تمسي فقيها مناظرا # بغير عناء فالجنون فنون

Kamu berharap untuk menjadi seorang ahli Fiqih yang pandai bicara (munadzaroh) dengan tidak bersusah payah, dan ketahuilah bahwa kegilaan itu bermacam-macam

وليس اكتساب المال دون مشقة # تكبدتها فالعلم كيف يكون

Dan tidak akan berhasil usaha mendapatkan harta tanpa susah payah yang kamu tanggung, maka ilmu pun sama keberadaannya harus dengan susah payah
Dari paparan diatas, kita dapat mengambil ibrah agar tak jemu-jemunya mengerahkan seluruh kemampuan dalam belajar dan menghafal. Biarlah kesengsaraan menimpa kita di masa muda, namun hasilnya akan kita petik –biidznilLah- di masa tua. Teringat ucapan Imam Syafiie, “Barangsiapa yang belum merasakan pahitnya belajar walau sebentar, Ia akan merasakan hinanya kebodohan sepanjang hidupnya.”