Titik Pusat Perdagangan Dunia Abad XV

Oleh: Muhammad Hanifuddin, S.S.I., S.Sos

Dua puluh tahun yang lalu, saat duduk di bangku kelas I SMP, saya terkesan dengan penjelasan Bapak Sunarso, guru sejarah di sekolah kami. Beliau menjabarkan secara runtut sejarah kerajaan Nusantara. Mulai dari zaman kerajaan Hindu-Buddha, Islam, hingga masuknya imperalisme Barat. Satu di antaranya adalah Kesultanan Melaka. Kesultanan yang menguasai sebagian wilayah Sumatra dan Malaysia. Lebih dari seratus tahun, dari 1402 hingga 1511, Kesultanan Melaka menjadi titik pusat perdagangan dunia. Yakni dengan menjadikan selat Melaka sebagai pelabuhan paling sibuk di dunia. Pelabuhan ini mempertemukan pedagang dari Asia, Hindia, China, Arab dan Eropa.

Kini, setelah 500 tahun berselang, wilayah Kesultanan Melaka telah menjadi salah satu negeri bagian dari Malaysia. Paska kejayaan kesultanan Islam, beratus-ratus tahun, Melaka bergantian dikuasai oleh Protugis, Belanda, dan Inggris. Baru pada tanggal 31 Agustus 1957 Melaka dan bangsa Malaya lainnya berdiri sebagai negara merdeka. Berdaulat dari imperalisme Inggris. Dan pada tahun 1963, berubah menjadi negara Malaysia. Dari lintasan sejarah ini, tidak aneh jika Melaka menyimpan beragam kisah dan jejak sejarah. Sejak tahun 2008, Melaka ditetapkan oleh UNESCO sebagai kota warisan dunia (world heritage).

Beberapa hari yang lalu, 3-8 Agustus 2019, bersama dengan 27 santri Indonesia, dalam rangka Muslim Youth Leader Trip yang diadakan oleh komunitas santrimengglobal, kami berkesempatan untuk menyinggahi kota bersejarah itu. Banyak bangunan dan sudut kota yang bisa kita jejaki. Merasakan dari dekat derap peradaban para leluhur. Di antaranya ialah Surau Warisan Melaka, yang terletak di jalan pertigaan utama. Masjid ini bersebelahan dengan gereja Bovenkerk. Di depan keduanya terdapat museum yang menyimpan galeri laksamana Cheng Ho. Titik ini menandakan semangat toleransi agama di antara penduduk Melaka.

Yang menarik, jika kita jalan kaki menyusuri jalan-jalan kota ini, kita akan menjumpai banyak museum di sepanjang tepi jalan. Bersandingan dengan bangunan-bangunan tua ala Eropa peninggalan Protugis, Belanda, dan Inggris. Di antaranya ialah museum Dunia Melayu Islam dan museum Islam Melaka. Di dalamnya, kita bisa melihat benda-benda bersejarah. Mulai dari peralatan rumah tangga, peralatan perekonomian, hingga peralatan ibadah, semisal mimbar dan alat penanda waktu shalat. Di bagian ujung jalan terdapat bangunan besar, replikasi Kesultanan Mansur Shah yang memerintah tahun 1456-1477. Dari beragam peninggalan sejarah ini, kita dapat menghirup spirit kemajuan peradaban yang sangat kaya dan inspiratif.

Lantas tertarikkah anda untuk menziarahinya?


Santri Mengglobal

Bantu santri untuk bisa belajar di luar negeri

0 Komentar

Tinggalkan Balasan

Avatar placeholder

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *