Bicara tentang pendidikan di Indonesia, tak ada yang bisa melewati peran pesantren.
Di pesantren, kiai bukan sekedar guru. Beliau adalah orang tua kedua yang membangunkan, menegur, membimbing, bahkan mendoakan santrinya sepertiga malam.
Hukuman (takzir) bukan untuk mempermalukan, tapi untuk membentuk karakter dan tanggung jawab. Kasih sayang kiai, diam-diam menumbuhkan jiwa.
Di pesantren, kebersamaan adalah napas kehidupan. Makan bareng, belajar bareng, bahkan tidur pun berdampingan.
Dari suka duka yang dilalui, tumbuhlah sahabat sejati yang tetap saling menguatkan bahkan setelah jadi alumni.
Mereka bukan sekedar teman - mereka adalah keluarga rohani.
KH. Wahid Hasyim pernah berkata. "Alumnus pesantren tak harus semuanya menjadi ahli agama."
Dibalik tembok pesantren, ada santri yang jadi seniman, penulis, pemimpin, dosen, hingga entrepreneur.
Pesantren bukan sekadar tempat ngaji - tapi kawah candradimuka yang menyiapkan insan berdaya di segala bidang.
Di Pesantren, yang pertama diajarkan bukan logika, tapi adab.
Santri diajari sopan santun, rendah hati, dan hormat pada guru.
Mereka belajar bukan hanya untuk pintar, tapi untuk menjadi manusia yang berakhlak. Karena ilmu tanpa adab, ibarat pohon tanpa akar.
Inilah yang membuat pesantren berbeda: sanad keilmuan.
Ilmu yang diajarkan tidak lepas dari mata rantai guru-guru hingga Rasulullah SAW.
Itulah mengapa ajaran pesantren tetap murni, lurus, dan penuh keberkahan. Ilmu yang sampai dengan adab, doa, dan silsilah ruhani.
Source: dikutip dari alif.id