Kehadiran Islam di muka bumi ini bukan untuk menggusur seluruh budaya dan tradisi yang ada di masyarakat. Justru Islam datang untuk bersinergi dengan tradisi dan budaya yang ada, sepanjang keduanya tidak bersebarangan dengan syariat.
Sehingga konsep Islam yang rahamatan lil a’lamin ini bisa dijewantahkan di pelbagai rapisan masyarakat. Oleh karena itu, sangat diperlukan kehati-hatian dan nalar yang matang dalam menyikapi segala bentuk prilaku yang tidak terdapat di zaman Nabi saw.
Ada sebuah konsep yang sangat ciamik dalam menyikapi sesuatu yang secara terperinci tidak ada di zaman Nabi saw, konsep ini dibangun oleh Imam Syafi’i (150- 204 H) dan dinukil oleh Imam Ibn Hajar al-‘Asqolani (w 852 H) dalam kitabnya fathu al-Bari :

قال الشافعي البدعة بدعتان محمودة ومذمومة فما وافق السنة فهو محمود وما خالفها فهو مذموم

Imam Syafii berkata: “sesuatu yang baru -yang tidak terdapat di zaman Nabi saw- itu terbagi kepada dua bagian; pertama terpuji dan kedua tercela. Bila perbuatan tersebut ada landasan dalilnya dari sunnah, maka termasuk pada kategori yang terpuji. Sebaliknya jika tidak ada maka perbuatan yang baru termasuk pada kategori tercela.”
Lebih dari itu, ulama yang bergelar amir al-mu’minin fil hadis ini dalam Fath al-Bari turut mengembangkan konsep yang telah dirintis oleh pendahulunya, dengan menyatakan bahwa kategori bid’ah ada juga yang mandubah (disunahkan);

والبدعة المندوبة كل إحسان لم يعهد عينه فى العهد النبوي

Bid’ah mandubah adalah segala bentuk kebaikan yang tidak ada di zaman Nabi saw.

Bagaimanapun juga pendapat dua ulama di atas, telah mendapatkan ‘surat mandat’ langsung dari Nabi saw melalui sabdanya;

مَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً حَسَنَةً، فَلَهُ أَجْرُهَا، وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا بَعْدَهُ، مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْءٌ، وَمَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً سَيِّئَةً، كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ بَعْدِهِ، مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْءٌ (رواه مسلم)

“Barangsiapa yang memulai tradisi baik dalam Islam maka dia akan memperoleh pahala dan pahala orang yang mengikutinya, dengan tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun. Dan barangsiapa yang memulai tradisi buruk dalam Islam, maka ia akan mendapatkan dosa dan dosa orang yang mengikutinya, dengan tanpa mengurangi dosa mereka sedikitpun.” HR. Muslim

Jika dalam hadis ini Nabi saw secara jelas menyatakan bahwa kategori sunnah itu ada yang hasanah (baik) ada juga yang sayyi’ah (buruk) maka bid’ah juga ada yang hasanah ada pula yang sayyi’ah, hal ini sesuai dengan teori ilmu ushul fiqh yang dikenal dengan mafhum al-mukhalafah.

Wallahu a’lam.


0 Komentar

Tinggalkan Balasan

Avatar placeholder

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *