Manusia pada dasarnya memiliki sifat ingin memiliki, salah satunya memiliki
kemuliaan, ingin dimuliakan di tengah-tengah banyak orang. Ya, pada dasarnya
memang seperti itu, kita hanya perlu mengendalikan hawa dan keinginan kita,
supaya tidak kebablasan, tidak melampaui batas yang telah ditetapkan.

Membincang tentang kemuliaan, ia dapat diraih dengan beragam cara. كيف تلعب بلاك جاك
Ada yang mendapat kemuliaan dengan banyaknya harta, orang-orang banyak mendekat
kepadanya, menyanjung-nyanjung dirinya. Ada yang mendapatkannya melalui
kekuasaan, banyak orang yang menghormati dan memuliakannya karena jabatan
tinggi. Ada juga yang karena ilmunya, karena profesinya, karena jasanya, dan
lain-lain.

Selain jalur-jalur meraih kemuliaan diatas, salah satu jalan
mendapatkan kemuliaan ialah dengan menumbuhkan sifat kesalehan dalam diri. Ya,
orang yang saleh itu memang pantas mendapatkan kemuliaan, sebagaimana yang disebutkan
oleh Syeikh Syarafuddin Yahya Al-Imrithy dalam Nadhom al-‘Imrîthy:

كَالصَّالِحُونَ هُمْ أُولُو المَكَارِمِ

Contohnya
adalah seperti: ash-Shālihûna hum ûlu al-makārima, (Orang-orang saleh
itulah para pemilik kemuliaan)

Menilik kepada
kamus besar bahasa Indonesia, makna saleh diartikan: 1) taat dan
sungguh-sungguh menjalankan ibadah, 2) suci dan beriman. Sedang makna kesalehan
dalam KBBI artinya: ketaatan (kepatuhan) dalam menjalankan ibadah; kesungguhan
menunaikan ajaran agama.

Jika melihat
makna diatas, kita mendapati kata saleh tidak jauh dari taat, patuh,
sungguh-sungguh, suci dan beriman. Semua sifat diatas adalah sifat-sifat yang
baik dan positif. Seringkali kita menemukan seseorang yang menyebut dan berdoa
ketika mengunjungi orang yang baru saja melahirkan, “Semoga kelak nanti anaknya
menjadi anak yang saleh,” atau misal ketika hari ulangtahun anak diperingati,
tak jarang ucapan, “Semoga menjadi anak yang saleh” itu diucapkan oleh
orang-orang. Semua itu lantaran sifat saleh adalah menarik kemuliaan.

Maka, orang
yang hidupnya taat, patuh, menjalankan ibadah dapat disebut sebagai orang
saleh. Tak jarang kita melihat orang di sekeliling kita yang dimuliakan, atau
minimal orang terkagum padanya karena kesalehan yang terpancar dari sikap
kesehariannya.

Dalam kamus
bahasa Arab, kata الصالح
diantara maknanya adalah pantas dan layak. Pernah suau ketika penulis
diceritakan oleh kawan tingkat atas ketika Kiai kami, al-Maghfurlah Kiai Ali
Mustafa Yaqub menemukan santrinya belum lancar membaca kitab gundul dan
berbicara bahasa arab, beliau lantas menegurnya sembari mengatakan,

أنت لم تصلُحْ لدخول هذا المعهد

Kamu belum layak masuk ke pondok ini…

Pondok pesantren kami adalah Ma’had bagi mahasiswa, artinya mahasantri yang
masuk ke pesantren ini sudah pasti sebelumnya telah belajar di pondok
pesantren, sehingga otomatis harus sudah menguasai hal yang disebutkan diatas.
Akhirnya ketika Beliau menemukan kejadian diatas, keluarlah ungkapan itu, yakni
kata tashluh maknanya layak atau pantas.

Berkaca pada makna ‘pantas’ dan ‘layak’ Banyak sekali kita menemukan orang
berkata, “Jangan lakukan hal blablabla, gak pantes!” Artinya kita tidak suka
jika orang lain melakukan sesuatu yang tidak pantas untuk dilakukan, juga
sebaliknya orang tidak suka kepada kita jika kita melakukan sesuatu yang tidak
pantas. Kembali kepada kesalehan, mengapa orang saleh dimuliakan adalah karena
ia melakukan hal yang pantas di lingkungannya.

Terkait sesuatu yang tak pantas dilakukan, ada hadis yang memiliki sedikit
korelasi dengan ini, yaitu sabda Rasulullah Saw:

يَا وَابِصَةُ اسْتَفْتِ قَلْبَكَ وَاسْتَفْتِ نَفْسَكَ ثَلَاثَ
مَرَّاتٍ الْبِرُّ مَا اطْمَأَنَّتْ إِلَيْهِ النَّفْسُ وَالْإِثْمُ مَا حَاكَ فِي
النَّفْسِ وَتَرَدَّدَ فِي الصَّدْرِ وَإِنْ أَفْتَاكَ النَّاسُ وَأَفْتَوْكَ

“Wahai
Wābishah, mintalah fatwa pada hatimu (Rasulullah mengulanginya kalimat tagi
tiga kali), karena kebaikan adalah yang membuat tenang jiwamu, dan dosa adalah yang
membimbangkan hatimu dan menggoncang dadamu. Walaupun engkau meminta fatwa pada
orang-orang dan mereka memberimu fatwa” (HR. Ahmad)

Rasulullah
menjelaskan perbuatan dosa salah satu cirinya adalah si pelaku tidak suka jika
orang lain melihatnya, pelaku selalu berusaha menyembunyikan perilaku dosa itu.

Dalam Al-Quran banyak sekali kata-kata saleh (الصالح) dan semacamnya disebutkan. لعب البوكر على الانترنت
Salah satunya adalah karakteristik dan ciri-ciri yang disebutkan dalam surat
Ali Imran ayat 114:

يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَيَأْمُرُونَ
بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ
وَأُولَٰئِكَ مِنَ الصَّالِحِينَ

Mereka beriman
kepada Allah dan hari penghabisan, mereka menyuruh kepada yang ma’ruf, dan
mencegah dari yang munkar dan bersegera kepada (mengerjakan) pelbagai
kebajikan; mereka itu termasuk orang-orang yang saleh. (QS Ali Imran: 114)

Ayat yang
telah disebutkan diatas menyebutkan kriteria orang-orang saleh, yaitu orang
yang beriman, orang yang menyuruh kepada kebaikan dan mencegah daripada
keburukan, orang yang bersegera dalam menunaikan kebaikan.

Tentunya banyak juga kriteria yang belum dituangkan di sini. Nilai-nilai dalam nadhom yang dapat kita ambil adalah berusahalah menjadi orang yang saleh dalam berperilaku, barangkali ia akan mendatangkan kemuliaan dalam diri. arab casino walLahu a’lam


0 Komentar

Tinggalkan Balasan

Avatar placeholder

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *