Oleh: Laras Sekar Seruni

Tiga hari yang lalu, 22 Oktober 2019, bangsa Indonesia semarak memperingati Hari Santri Nasional. Tidak hanya oleh kalangan pesantren, Hari Santri Nasional juga telah menjadi milik seluruh elemen masyarakat. Tema yang diangkat tahun ini adalah “Santri Indonesia untuk Perdamaian Dunia”. Kementerian Agama RI menetapkan tema ini dengan maksud peran nyata santri dalam menjaga perdamaian dapat menjadi inspirasi perdamaian dunia. Caranya ialah dengan senantiasa menjaga persatuan dan persaudaraan antar sesama.

“Tidak ada senjata yang lebih tajam dan lebih sempurna selain persatuan.” KH. Abdul Wahab Hasbullah (1888-1971), Pendiri Nahdlatul Ulama  

Secara historis, tanggal 22 Oktober ditetapkan sebagai Hari Santri Nasional adalah dengan merujuk Resolusi Jihad yang digelorakan oleh Hadlaratus Syaikh Hasyim Asy’ari (1875-1947) pada 22 Oktober 1945. Dengan fatwa ini, rakyat Indonesia bersatu padu. Demi semangat cinta tanah air, segenap jiwa dan raga dipertaruhkan. Kota Surabaya menjadi medan pertempuran yang sengit. Ribuan pejuang gugur mempertahankan kemerdekaan. Peristiwa heroik ini kita kenang sebagai Hari Pahlawan, 10 November. Sejarah ini menunjukkan bahwa peran kiai dan santri bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah sangat nyata.

Jika dulu di era perjuangan meraih dan mempertahankan kemerdekaan, para kiai dan santri turut andil bertempur di medan peperangan, lantas peran apa yang kini mesti diperankan oleh santri? Terlebih untuk memperkuat persatuan dan perdamaian bangsa?  Dan sumbangan apa yang harus diberikan santri untuk turut andil menjaga perdamaian dunia?

Merawat keragaman

Adalah sebuah anugerah dari Yang Maha Kuasa, Indonesia diciptakan dengan keragaman suku, ras, agama, dan golongan. Di dalamnya terdapat beragam bahasa, kebudayaan, dan kepercayaan. العاب ماكينات قمار Indonesia terdiri dari 17.000 pulau. Memiliki lebih dari 500 bahasa. Didiami oleh 1.300 suku dan  memiliki 6 agama. betfinal بالعربي Dalam perjalanannya, keragaman ini dapat berbuah persatuan, tetapi tidak dapat dimungkiri bahwa perbedaan ini juga mudah memancing konflik. Jika tidak diwaspadai, kerawanan ini dapat berujung pada perpecahan antar sesama anak bangsa.

“Tidak penting apapun agama atau sukumu, kalau kamu bisa melakukan sesuatu yang baik untuk semua orang, orang tidak pernah tanya apa agamamu.” K.H. Abdurrahman Wahid (1940-2019)

Berbicara
mengenai keberagaman, Indonesia merupakan salah satu negara yang menjunjung
tinggi keberagaman. Hal ini tercermin dalam semboyan Bhineka Tunggal Ika, yang
artinya berbeda-beda tetapi tetap satu jua. Semboyan tersebut dibuat atas dasar
pertimbangan matang para pendiri bangsa, yang menegaskan bahwa Indonesia adalah
rumah besar bagi berbagai suku, etnis, adat-istiadat, agama, dan budaya.
Keragaman ini telah diterima sebagai mozaik di bumi Nusantara.

Dalam
konteks keragaman agama, Islam merupakan agama yang dianut oleh mayoritas di
Indonesia. Meskipun demikian, terdapat berbagai agama lain yang tetap diakui di
Indonesia, yakni Protestan, Katolik, Hindu, Buddha dan Konghucu. Di kalangan
pemeluk Islam pun, terdapat keragaman di dalamnya. Hal ini dapat dilihat dari
perbedaan madzhab fikih yang dianut oleh umat Islam. Tidak semua umat Islam di
Indonesia mengikuti madzhab Syafi’i. Sudah pasti ada sebagian yang menganut
madzhab Hanafi, Maliki, dan Hanbali.

Hal
ini juga tercermin dalam keragaman cara membaca al-Qur’an. Baik madzhab qira’at
maupun nadanya  pun beragam. Demikian
pula dalam keterlibatan umat Islam Indonesia dalam organisasi kemasyarakatan.
Terdapat banyak wadah dakwah yang didirikan oleh masyarakat muslim Indonesia,
semisal Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, al-Washliyah, Tarbiyah
Islam dan lain sebagainya.

Keragaman
yang dimiliki oleh Indonesia ini dapat menjadi tantangan, tetapi dapat juga
menjadi peluang. Dikatakan sebagai tantangan karena keragaman dapat menyebabkan
pertikaian dan perpecahan. Hal ini mungkin terjadi jika rasa saling menghormati
dan toleransi memudar. Lebih-lebih jika kepentingan politik dan persaingan
perebutaan kekuasaan menjadikan sentimen perbedaan suku, ras, dan agama sebagai
mesiu untuk membangkitkan emosi antar anak bangsa.

Keragaman
juga dapat dikatakan sebagai peluang. Yakni ketika keragaman dapat dikelola
menjadi modal sosial-kultural. Perbedaan diterima sebagai sunnatullah,
yang pada akhirnya akan terbentuk sikap saling asah dan asuh. Perbedaan tidak
dijadikan sebagai penyubur benih-benih rasa paling benar dan paling unggul,
akan tetapi, perbedaan dijadikan sebagai titik tolak untuk saling mengenal,
saling belajar, dan saling memperbaiki diri.

Terkait hal ini, Allah ta’ala
berfirman:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ اللهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ الحجرات: 13)

Artinya:
“Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan
seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku
agar kamu saling mengenal. Sungguh, yang paling mulia di antara kamu di sisi
Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha
Teliti.” (Q.S. Al- Hujurat: 13)
    

Mengokohkan
persaudaraan

Dari pemaparan singkat di atas, dapat dipahami bahwa salah satu
tantangan generasi muda adalah bagaimana menjadikan kemajemukan Indonesa
sebagai modal untuk membangun masa depan. Perbedaan harus dipandang sebagai
anugerah untuk bergandeng tangan mewujudkan cita-cita luhur para pendiri
bangsa. Di titik inilah, santri di era sekarang harus mampu membaca peluang dan
aktif terlibat dalam amal-amal nyata untuk merawat persatuan bangsa.

Dengan persatuan, generasi muda akan lebih mudah menarik gerbong
kemajuan peradaban Indonesia, baik di sektor pendidikan, ekonomi, politik, dan
lain sebagainya. Santri harus mampu berperan aktif menggelorakan semangat
persatuan. Untuk mencapai hal ini, santri diharapkan mampu menggali nilai-nilai
luhur yang diajarkan oleh agama. Di antaranya ialah nilai persaudaraan (ukhuwwah).
Kerangka persaudaraan yang diajarkan oleh Islam tidak hanya terjalin antar
sesama muslim (ukhuwwah islamiyyah), melainkan juga persaudaraan antar
sesama anak bangsa (ukhuwwah wathaniyyah), dan persaudaraan antar umat
manusia (ukhuwwah basyariyyah).

Anjuran
untuk saling berbuat baik dan saling bekerja sama untuk meraih kebaikan bersama
adalah salah satu ajaran dasar Islam. Bahkan Islam tidak membatasi perbuatan
baik tersebut hanya untuk bagi sekelompok manusia saja, akan tetapi meluas bagi
semua makhluk yang ada muka bumi ini. hal ini sebagaimana terdapat dalam salah
satu riwayat hadis:

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ رَضِىَ اللهُ عَنْهُمَا أَنَّ
رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ الرَّاحِمُونَ يرْحَمُهُمُ الرَّحْمَنُ
ارْحَمُوا مَنْ فِى الأَرْضِ يرْحَمْكُمْ مَنْ فِى السَّمَاءِ (رواه البيهقي)

Artinya: Diriwayatkan dari Abdillah bin ‘Amr bin
al-‘Ash ra, sesungguhnya Rasulullah saw bersabda: “Orang-orang yang penyanyang
akan disayangi oleh Allah yang Maha Penyayang. Maka sayangilah makhluk yang ada
di bumi, niscaya makhluk yang ada di langit akan menyayangimu.” (H.R.
al-Baihaqi)

Demikian pula dalam konteks antar sesama generasi muda Indonesia. Perbedaan latar belakang agama dan kepercayaan tidak boleh menjadi penghalang untuk saling bekerja sama. Meskipun setiap agama berhak mengeklaim kebenaran masing-masing ajaran teologinya, namun bukan lantas hal ini dijadikan sebagai keabsahan untuk saling memaksa dan mencemooh ajaran agama lain.

Selain
itu, sudah sepantasnya kita sebagai makhluk sosial juga harus mampu memahami
makna kemajemukan. Pluralitas tidak akan pernah lepas dalam kehidupan manusia.
Islam pun telah mengajarkan makna perbedaan. Sudah sepatutnya kita memilki
sikap toleransi dan menghargai sesama. Ketika setiap umat manusia menghargai
keberagamaan, maka tidak akan terjadi lagi gerakan-gerakan radikal yang
mengatas namakan agama.

Lebih dari itu, dengan bekal  solidnya persatuan Indonesia, adalah sebuah kebanggan bersama jika santri dan generasi muda Indonesia mampu menjadi pelopor bagi peradaban dan keadaban dunia. Krisis global berupa kesenjangan, keterbelakangan, ekses negatif teknologi, pemanasan global, hingga masalah terorisme dan radikalisme adalah salah satu permasalahan krisis kemanusian yang harus dijadikan sebagai medan perjuangan bersama. تنزيل العاب اون لاين

Selamat
Hari Santri!


Santri Mengglobal

Bantu santri untuk bisa belajar di luar negeri