Oleh Muhammad Alvin Jauhari*

Pendidikan merupakan hak setiap anak bangsa, karena maju atau tidaknya suatu bangsa dapat ditinjau dari kualitas pendidikannya. Suatu negara dapat disebut negara maju, karena salah satu aspek penilainya dilihat dari tingkat pendidikanya yang amat tinggi. Jika kita melihat tingkat Pendidikan di Indonesia, maka kita bisa menilai bahwa pendidikan di Indonesia masih tergolong rendah, karena masih banyak masyarakat yang belum mampu menyelesaikan pendidikan tingkat tinggi, bahkan lulusan sekolah dasar pun masih banyak di temukan, terlebih di desa –desa yang jauh dari perkotaan.  Begitu juga fasilitas pendidikan yang ada di Indonesia, di beberapa daerah yang tergolong dalam 3T pun masih sangat sederhana dan minim fasilitas. Bangunan sekolah dan fasilitas sarana prasarana yang sederhana merupakan hal yang sangat disayangkan.

Sekarang kita melihat pendidikan para Anak TKI yang berada di Negeri Jiran, Malaysia. Tepatnya di Pusat Pendidikan Warga Negara Indonresia (PPWNI) Insan Malindo yang berada di Klang, Selangor, Malaysia. Sekolah ini didirikan sejak tahun 2008 atas kerjasama YM, Raja Kamaruddin dan Jendral Polisi (Purn) Da’i Bachtiar ( Duta Besar Indonesia untuk Malaysia tahun 2008). Dirintisnya sekolah ini bertujuan untuk memberikan edukasi kepada anak-anak peranakan Indonesia-Malaysia dengan basis pendidikan agama. Siswa-siswi di sekolah ini merupakan anak-anak para TKI yang tidak berkesempatan mengenyam pendidikan di sekolah kebangsaan Malaysia.

Sekolah ini menyatu dengan rumah susun yang berada di lantai dasarnya. Hanya terdapat empat ruang kelas dan satu ruang guru. Ruang kelas yang sangat sederhana, sempit, kecil dan hanya terdapat kipas untuk mengurangi kepanasan dan kepengapan. Masing – masing ruang diisi oleh dua hinga tiga kelas secara bersamaan. Dengan jenjang pendidikan dari kelas satu SD hingga kelas sembilan SMP. العاب للفوز بجوائز حقيقية Kelas kecil itu dipenuhi oleh putra – putri Bangsa yang berjumlah lebih dai 150 Siswa. Walaupun memiliki ruang kelas yang sangat sedehana dan kecil, siswa-siswi disana sangat antusias dan bersemangat untuk belajar. Mereka tidak lagi memandang ruang kelas yang amat sederhana, namun masa depan untuk mengejar sebuah cita cita.

Poto bersama para siswi

Hanya ada 3 orang guru saja yang mengampu siswa-siswi yang berjumlah lebih dari 150 orang. Dengan penuh kesabaran dan keikhlasan, mereka mendidik dan mencerdaskan putra-putri bangsa. Bisa dibayangkan betapa beratnya pengorbanan mereka dalam mendidik ratusan siswa.

Kepala sekolah, Ibu Wardani mengakui betapa berat perjuangan yang dilakukannya; mendidik siswa-siswi yang kurang mendapatkan pendidikan dari orang tuanya. Para orang tua hanya memberikan uang untuk makan dan jajan anak- anaknya,  setelah itu anak-anaknya dibiarkan dan ditinggal kerja dari jam 8 pagi hingga jam 9 malam. Para orang tua tidak memiliki waktu yang cukup untuk mendidik buah hati mereka di rumah.

Keterbatasan fasilitas pendidikan tidak menghalangi para murid dan guru untuk menimba ilmu dan berbagi ilmu di sekolah tersebut. PPWNI menggunakan kurikulum yang berbeda dengan Sekolah Indonesia Kuala Lumpur. Mereka menggunakan kurikulum yang serupa dengan KTSP yang diselaraskan dengan kalender pendidikan Kerajaan Malaysia. Hal itu terpaksa dilakukan demi memudahkan akses fasilitas bus sekolah yang disediakan oleh Kerajaan Malaysia bagi para Pelajar.

Ibu Wardani, dapat disebut sebagai sosok Perempuan Pahlawan Pendidikan yang berasal dari Surabaya.“Untuk operasional sekolah, sering kami mengeluarkan gaji kami untuk keperluan biaya fotokopi dan buku-buku pelajaran, walaupun gaji kami sebenarnya itu sangat kecil.” Ujarnya.

Hal itu ia lakukan karena kurangnya fasilitas yang diberikan pemerintah Indonesia, serta kecintaan yang luar biasa kepada anak-anaknya agar bisa belajar dengan baik. Ibu Wardani menganggap siswa disana lebih dari sekedar murid-muridnya, bahkan mereka dianggap sebagai anak-anaknya sendiri. Oleh sebab itu, ia tak lagi mengharapkan materi dari jerih payahnya. Keikhlasan dan semangatnya menjadi motivasi dalam mencerdaskan anak-anak bangsa.

Potret salah satu siswa

Perjuangan berat yang ia upayakan untuk menyetarakan hak pendidikan di sekolah tersebut supaya setara dengan pendidikan yang ada di Indonesia akhirnya membuahkan hasil. Kini anak-anak disana sudah mendapatkan nomor induk dan bisa mengikuti Ujian Nasional serta mendapatkan ijazah yang setara dengan sekolah lainya. Itu semua ia perjuangkan dengan keikhlasan dan penuh rintangan demi anak-anak tercinta. كازينو أون نت

Mayoritas anak-anak yang bersekolah disana dilahirkan di Malaysia, sehingga kebanyakan dari mereka belum pernah mengunjungi Indonesia. سباقات الخيل Banyak dari mereka yang ingin sekali berkunjung dan melihat keindahan Indonesia, namun karena keterbatasan finansial orang tua keinginan tersebut belum tercapai.

Beberapa dari mereka berkata, “Cikgu, bawa aku pulang ke Indonesia, aku ingin melihat Indonesia”. Sebagian lagi berkata, “Cikgu nanti barengan sama aku ya balik ke Indonesianya, aku ingin ke Indonesia mengunjungi makam ayahku. Aku tidak punya ayah disini”. Dari sini kita bisa melihat bahwa mereka ingin sekali melihat Indonesia dengan segala keindahanya. Rasa kasih dan haru pasti menyelimuti kita, jika mendengar permintaan dan keinginan mereka.

Kondisi belajar mengajar di sekolah

Begitulah potret pendidikan para TKI yang berada di Malaysia. Kami mengajak Pemuda Indonesia, khususnya Para Santri Indonesia. Jika mempunyai kesempatan dan rezeki, hendaknya berkunjung kesana untuk berbagi motivasi dan pengalaman. Mereka sangat membutuhkan sentuhan tangan dari anak muda Indonesia. Mereka akan sangat senang jika kita berkunjung, walaupun tidak lama. Siswa-siswi disana tergolong kepada Dwi-Kewarganegaraan (bipatride), tentunya nasionalisme dan cinta tanah air mereka untuk Indonesia harus terus dikuatkan.

Semoga kita semua diberikan kesempatan untuk berkunjung kesana, dan semoga semua guru serta murid –murid disana senantiasa diberikan kesehatan, kekuatan dan kelancaran. Amiin

*Alumni IICS 2019, Mahasiswa Hubungan Internasional UIN Sunan Ampel Surabaya, Santri Pondok Pesantren Al-Jihad Surabaya, dan Alumni Pesantren Tebuireng & Madrasah TBS Kudus.


Santri Mengglobal

Bantu santri untuk bisa belajar di luar negeri