SANTRI MENGGLOBAL – Mempelajari agama Islam, tak hanya dilakukan di kawasan yang mayoritas beragama muslim. Misalnya, Timur Tengah, Arab Saudi, Turki, dan negara lainnya yang mayoritas penduduknya juga beragam muslim. Apalagi, banyak institusi di sana yang mempelajari studi Islam. Namun hal itu berbeda dengan kisah Atssania Zahro dan Melati Ismaila yang belajar Islam di Amerika Serikat. Amerika Serikat yang memiliki jumlah muslim lebih sedikit dari agama Islam justru dipilih kedua mahasiswa ini untuk melanjutkan studi mereka.
Tempuh pendidikan di Hartford International University Atssania dan Melati merupakan mahasiswa S2 dari Perguruan Tinggi Ilmu Al-Qur’an (PTIQ) dan juga merupakan awardee beasiswa LPDP (Lembaga Pengelola Dana Pendidikan) yang bekerja sama dengan Pendidikan Kader Ulama Masjid Istiqlal (PKU MI).
Mereka mendapat kesempatan kuliah di Hartford International University, Amerika Serikat, selama tiga bulan. Melati, salah satu mahasiswa mengungkapkan alasan ia melanjutkan studi di Amerika Serikat. “Jadi teman-teman yang mengikuti program ini tidak hanya menjadi ulama yang berwawasan Indonesia atau mungkin Timur-Tengah tapi harapannya lebih dari itu yaitu menjadikan para peserta menjadi ulama yang berwawasan global,” kata Melati di seperti dikutip dari YouTube Channel USAID teman LPDP.
Senada dengan melati, Atssania mengatakan bahwa program ini mengharapkan para awardee setelah tiga bulan belajar di Hartford International University bisa lebih berwawasan yang moderat dan mampu menyebarkan nilai-nilai toleransi di tengah masyarakat. Atssania bercerita awalnya banyak yang mempertanyakan bagaimana mungkin mahasiswi yang berlatarbelakang ilmu Islam bisa menuntut ilmu ke Amerika Serikat. Selain itu, banyak anggapan dari luar terkait kehidupan muslim yang kurang baik di negara tersebut. Ia menjelaskan ternyata di Amerika Serikat banyak yang bisa dipelajari tentang Islam, terutama terkait toleransi dan budaya-budaya Islam lain yang didapatnya dari sesama pelajar di Amerika Serikat. “Bahkan untuk kami yang muslim tidak sulit untuk menemukan tempat untuk beribadah karena disedikan oleh pihak kampus. Disinilah saya melihat bahwa kehidupan di kampus di Amerika Serikat menjunjung tinggi nilai toleransi jadi kami bisa tenang dalam menjalankan salat,” kata dia.
Masyarakat di Amerika punya toleransi tinggi Selain itu, Atssania mengatakan jika ada acara-acara di kampus para panitia juga memperhatikan keberadaan pelajar muslim dengan menjamin makanan-makanan yang tersedia halal untuk dimakan. Atssania pun mengimbau kepada para mahasiswa Indonesia yang berkeinginan kuliah di Amerika Serikat untuk tidak takut karena kabar miring tentang kehidupan muslim di sana. Masyarakat di sana tidak jauh berbeda dengan Indonesia karena masyarakatnya punya toleransi yang tinggi. Selain itu juga tidak perlu khawatir untuk kesulitan menemukan tempat salat karena di setiap kampus menyediakan tempat ibadah untuk mahasiswa. Selain itu, Melati juga menambahkan jika di sana ia tidak mendapat diskriminasi hanya karena menggunakan jilbab. “Terkait anggapan adanya pandangan yang tidak baik terhadap muslim disana saya tidak merasakannya sama sekali. Hal ini bisa dirasakan ketika kami yang memakai hijab tidak memengaruhi pandangan masyarakat disana untuk saling sapa dan saling membantu,” tutur Melati menambahkan.
Perlu diketahui, program yang didapat Atssania dan Melati ini adalah program khusus dari LPDP yang menyasar mahasiswa dan mahasiswi dari kampus yang berbasis ilmu Islam di Indonesia. Sehingga untuk apply program ini, harus mendaftar di LPDP seperti beasiswa LPDP pada umumnya.
Gambar Ilustrasi : Atssania Zahro dan Melati Ismaila yang belajar Islam di Amerika Serikat bercerita di Podcast USAID Teman LPDP (DOK. Tangkapan layar USAID)
SUMBER : KOMPAS.com